Friday, April 25, 2008

Persiapan Menjadi Kaya



Tulisan ini saya ambil dari sini
Dengan judul Lompatan Imajinasi oleh Andrias Harefa

Karena segala proses penciptaan manusia dimulai dari imajinasi,
maka proses menjadi kaya pertama-tama adalah proses imajiner.

~ Pandir Karya

Apa yang diperlukan untuk menjadi kaya? tanya saya kepada sejumlah kawan.

Uang yang banyak, kata Iin.

�Bakat, jawab Toni.

�Ide brilian,timpal Herlina.

�Orangtua yang kaya, ujar Didi.

�Perusahaan yang besar, jelas Diah.

�Pasangan yang kaya, sela Rudy.

�Sejumlah formula dan kiat, gagas Yuyun.

�Kawan-kawan yang kaya, ujar Lilik.

�Daya tarik dan pesona, papar Dewi.

�Gaji besar, respons Indra.

***

Segala sesuatu yang diciptakan manusia, diciptakan dua kali. Pertama, dalam pikiran sebagai gagasan, gambar, sketsa, impian, visi, atau apa pun istilah yang sepadan dengan itu. Kedua, dalam dunia nyata yang tampak oleh mata inderawi kita. Prinsip ini begitu sederhana, sehingga sering kali kurang disadari kedahsyatannya dalam kehidupan nyata.

Kita tentu tahu bahwa kemerdekaan Indonesia dari kolonialisme dimulai dari gagasan, dari alam pikiran, dari visi, dari penglihatan mata budi dan mata batin bapak-bapak bangsa ini. Sejumlah orang menyebutkan bahwa kata �MERDEKA� pertama kali digunakan, atau sekurang-kurang paling sering digunakan oleh Bung Karno dalam pidato-pidatonya yang memukau sejak tahun 1920-an. Lalu �gagasan� ini bergulir, melahirkan sejumlah pergerakan, sampai kita mengalami kemerdekaan secara nyata, secara fisik, 17 Agustus 1945.

Proyek-proyek pembangunan seperti Monas, Taman Mini Indonesia Indah, atau Taman Impian Jaya Ancol, juga dibangun dengan impian, visi, sketsa, denah, gambar-gambar, cetak biru yang sudah lebih dulu ada dalam benak penggagas dan pelaksana proyek. Dan, ketika proyek-proyek semacam itu jadi, sebenarnya itu merupakan penciptaan kedua. Apa lagi kalau kita bicara tentang proyek-proyek bangunan yang dirancang dengan ambisi menjadi yang tertinggi di dunia. Semuanya pastinya melewati proses pertukaran gagasan, perdebatan, dan cetak biru yang dibuat dan disempurnakan secara bertahap sampai sebuah bangunan megah bisa nampak oleh mata inderawi manusia.

Segala sesuatu yang diciptakan manusia, diciptakan dua kali. Dalam proses penciptaan pertama�sebagai ide atau gagasan�waktu yang diperlukan mungkin tidak terlalu lama. Namun, dari penciptaan pertama (baca: ide) ke penciptaan kedua (baca: menjadi kenyataan kasat mata), waktu yang diperlukan acapkali jauh berlipat kali lebih panjang. Berapa waktu yang diperlukan untuk merancang bangunan seperti menara kembar Petronas di Malaysia? Berapa kali lipat waktu yang diperlukan para insinyur untuk membuatnya menjadi bangunan yang benar-benar dapat dilihat, dipegang, dan dipergunakan manusia? Gambar yang dibuat dalam hitungan hari atau minggu, mungkin harus dikerjakan dalam hitungan tahun, berpuluh atau beratus kali lipat waktunya.

Jika segala sesuatu yang diciptakan manusia, diciptakan dua kali, maka proses penciptaan kekayaan tidaklah merupakan pengecualian. Untuk menjadi kaya, orang harus pertama-tama bisa menciptakannya dalam pikiran. Untuk menjadi kaya, orang harus belajar berimajinasi sebagai orang kaya. Membayangkan apa yang perlu ia lakukan secara berkala agar kekayaannya terus bertambah. Membayangkan apa yang sebaiknya ia lakukan jika mendadak ia dapat uang ekstra dari proyek-proyek sampingan di luar pekerjaan rutinnya. Membayangkan hal-hal apa saja yang sebaiknya ia pelajari untuk mempersiapkan dirinya agar menjadi kaya. Membayangkan pos-pos pengeluaran yang mana saja yang bisa dihemat agar hartanya terkumpul lebih cepat. Membayangkan keputusan-keputusan yang bagaimana yang harus diambil untuk membawa dirinya ke arah kekayaan yang lebih besar. Membayangkan sejumlah manfaat kekayaan bagi hari depannya, kelangsungan hidup keluarga dan kerabatnya, dan masa depan komunitas di mana ia hidup dan berkarya. Semuanya adalah penciptaan tahap pertama, penciptaan dalam dunia mental, dalam alam pikiran, dengan memanfaatkan daya imajinasi belahan kanan otak manusia.

Jika penciptaan dalam imajinasi itu begitu jelas dan emosional, maka akan muncul dorongan kuat untuk bertindak, mengambil langkah-langkah konkrit untuk menjadi kaya. Imajinasi, tujuan, atau sasaran keuangan yang jelas dan emosional juga akan menumbuhkan benih-benih disiplin untuk berani menunda kenikmatan sesaat hari ini atau minggu ini, demi manfaat yang lebih besar di masa mendatang, lima, sepuluh, atau dua puluh tahun lagi. Imajinasi yang jelas dan emosional itu adalah inti kekuatan yang menentukan apakah cita-cita menjadi kaya akan sampai pada tindakan dan disiplin untuk mencapainya, atau hanya merupakan keinginan dan harapan kosong belaka (�Wishing and hoping doesn�t make it so,� kata bule bijak yang pernah menceramahi saya).

Dalam pengamatan saya, sejumlah program seminar dan pelatihan untuk menjadi kaya yang muncul di Indonesia hampir bersamaan dengan dimulainya era reformasi, sangat kurang menekankan pentingnya persiapan mental-emosional untuk menjadi kaya. Sangat kurang ditekankan bahwa menjadi kaya itu memerlukan persiapan agar kekayaan tidak justru mendatangkan musibah bagi kehidupan pribadi, keluarga, atau lingkungan komunitas sekitar kita. Yang paling nyaring digembar-gemborkan adalah soal CARA, dan bahkan acapkali satu-satunya yang dibicarakan memang soal TEKNIK dan CARA itu saja. Hampir tidak pernah dibahas secara berimbang soal MENGAPA kekayaan membawa manfaat kepada sejumlah orang, tetapi bagi orang yang lain kekayaan membawa petaka seperti hancurnya rumah tangga, keterlibatan dalam narkoba dan obat terlarang lainnya, dan tindak kriminal lainnya.

Bivie Arifin, manajer senior di sebuah jaringan radio nasional di Jakarta, pernah menuturkan kepada saya sebuah kisah orang Depok yang mendadak kaya tanpa persiapan secara imajiner, alias tidak siap mental-emosional. Orang ini tidak pernah punya penghasilan di atas Rp 10 juta per bulan. Hidupnya tidak kekurangan, tetapi juga tidak bisa berlebihan. Tiba-tiba ia mendapatkan semacam hibah dari mertuanya untuk mengelola hasil penjualan bisnis senilai Rp 2,4 miliar. Ia gembira, dan langsung mengubah gaya hidup dirinya dalam keluarganya. Mobil dan motornya berganti dengan jenis yang lebih mewah. Biaya konsumsinya meningkat drastis. Dan dalam hitungan kurang dari dua belas bulan, semua dana tersebut ludes nyaris tanpa bekas. Ia pun kembali ke standar hidup sebelumnya.

Jansen H. Sinamo, yang oleh kawan-kawan media diberi panggilan Guru Etos Indonesia, juga menceritakan kepada saya tentang nasib tetangganya di Sidikalang, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. Pada tahun 1970-an, tetangga yang miskin ini mendadak mendapatkan undian berhadiah yang nilainya luar biasa kala itu. Ia berhasil menebak 4 angka benar, sehingga mendapatkan hadiah terbesar yang diundikan. Gaya hidupnya langsung berubah menjadi lebih konsumtif. Dan kalau dulu ia menggunakan uang Rp 25 per minggu untuk memasang nomor undian, maka setelah dapat hadiah ia menggunakan Rp 500 per minggu dengan harapan mendapatkan hadiah besar lagi. Artinya, hanya dalam soal memasang nomor undian saja, ia meningkatkan pengeluarannya sampai 20 kali lipat. Tak heran dalam hitungan bulan ia kemudian kembali lagi kepada keadaannya yang sebelumnya. Ia menjadi orang kaya yang �pensiun dini� alias kembali miskin seperti dulu.

Kedua contoh sederhana barusan hanya ingin menegaskan pentingnya persiapan untuk menjadi kaya secara otentik, secara bermakna, secara terhormat. Orang-orang yang ingin menjadi kaya harus belajar melakukan apa yang saya sebut lompatan imajinasi. Artinya, ia harus bisa membangun kemampuan untuk berpikir seperti orang kaya, sekaligus menyadari posisi sementaranya sebagai orang yang belum benar-benar kaya. Ia harus belajar �mencicipi� masa depannya yang mapan secara keuangan, agar motivasi dan disiplinnya diberi makan dari waktu ke waktu. Ia perlu berlatih untuk tidak kalang kabut dengan makin bertambahnya harta miliknya. Ia perlu berlatih untuk memastikan bahkan pola konsumsinya tetap lebih kecil, bahkan semakin kecil, dibandingkan dengan jumlah penghasilan yang diperolehnya. Ia perlu mendidik dirinya untuk terus menerus mengembangkan sumber-sumber penghasilan yang produktif. Dan seterusnya. Ia perlu melakukan semua hal itu pertama-tama dan terutama dalam imajinasinya, sebagai pertanda kesiapan dirinya untuk menerima kekayaan dari alam semesta ciptaan Tuhan ini.

Jadi, apakah yang diperlukan untuk menjadi kaya secara terhormat?[aha]

* Andrias Harefa adalah trainer, motivator, dan penulis 30 buku laris. Pendiri Pembelajar.com ini dapat dihubungi via email: aharefa@cbn.net.id.

1 comment:

lin said...
This comment has been removed by a blog administrator.